OPINI
Oleh: Yohanes Jemarut - Politisi Muda Partai Demokrat Kab. Manggarai Barat-NTT)
Labuan Bajo_ Simpulindonesia.com,- Apakah sejarah bisa dilupakan? Bisa saja. Toh banyak hal istimewa di negeri ini dilupakan begitu saja. Bahkan banyak sejarah yg disampahkan.
Lupa adalah salah satu sifat dasar manusia. Tetapi ada satu sifat manusia juga, siapa saja, termasuk saya, yaitu sifat "menolak" sejarah. Dalam bahasa Latinnya Ignorance. Lalu saya coba menelaah apa penyebab utama manusia menolak sejarah.
Sejarah itu ilmu. Dulu saya terjebak dengan sejarah hanya sebatas catatan peristiwa dalam waktu. Misalnya, 17 agustus sebagai hari kemerdekaan, 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional (hardiknas) dan lain-lain. Tetapi padahal sesungguhnya terdapat kandungan nilai dalam setiap catatan sejarah. Bukan saja untuk dikenang dalam ceremoni hedonistis.
Apa nilai yg kita petik dari sejarah? Nilai moral. Dengan memahami sejarah maka kita tahu bagaimana menghargai orang lain, tokoh atau siapa saja yg disebut sebagai "history maker".
Hari ini saya mengagumi Jokowi. Banyak hal baik yg sudah ia lakukan untuk Indonesia. Meskipun bahwa tidak semuanya baik tetapi barometernya adalah kepuasan publik. Apakah yg dibuat oleh jokowi hari ini akan menjadi sejarah atau tepatnya ilmu sejarah? Tidak! Saya yakin tidak. Sebab manusia kerap lupa bahkan suka menolak sejarah.
Bahkan ada ruang yg sengaja diciptakan agar manusia menolak sejarah. Ruang itu adalah ruang politik. Mau bukti?
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden ke- VI Republik Indonesia. Saya punya bukti akurat. Mari kita ingat SBY. 2004-2014 adalah masa dimana SBY disanjung oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Dua periode beliau memimpin, Nyaris tak tertandingi. Tetapi apakah SBY masih bercitra baik di mata rakyat sekarang? Saya kurang yakin. Sebab yang di kedepankan adalah catatan dosanya, bukan prestasinya.
Kita lebih disuguhkan dengan Hambalang ketimbang kebijakan SBY yg mematok dana 20% untuk dunia pendidikan yg menyelamatkan nasip guru di negeri ini.
Kita lebih ingat dosa Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng dan lain-lain ketimbang jasa SBY yang menetapkan dana 1 M setiap desa yang kita nikmati sampai sekarag.
Kita lupa bahwa SBY-lah yg membuat program beasiswa bidik misi, program PKH, Jamkesmas dan sederetan program lainnya yang sampai sekarag kita nikmati.
Apa penyebab kita menolak sejarah? Ternyata hanya satu jawaban, kepentingan politik. Untuk kita yang pernah menikmati sejarah itu mungkin tidak mudah untuk digiring ke ruang "menolak", tetapi generasi yang hanya melihat sejarah dari deretan catatan di atas kertas bisa saja menolaknya sebab semuanya tidak dicatat dengan benar. Sejarah dicatat dalam ruang kepentingan politik.
Kita kembali ke SBY. Betul bahwa masa SBY ada banyak maling tetapi satu hal yg patut saya banggakan, SBY TIDAK PERNAH MEMBELA MALING. SBY tidak pernah menyembunyikan maling. Dia tau Resikonya, bahwa partainya akan tergerus. Toh sanksi sosial itu sudah ditelan SBY, Pemilu 2014, Partai Demokrat merosot. "Toh mereka yang sekarang teriak Demokrat maling, justru lebih banyak malingnya, bahkan lebih jahat lagi, mereka menyembunyikan maling", kata BKH kemarin (25/02) di Datak. Kalau ada yg bantah itu, silahkan Kejar saya", sambung BKH.
Program-program yang berjalan baik sekarang adalah warisan SBY. Bagusnya, JOKOWI melanjutkannya dengan sedikit perbaikan. Tetapi ada pihak yg mengklaim bahwa program-program itu adalah cetusan Jokowi. Itu salah. Inilah yang saya sebut sebagai upaya menolak sejarah.
Karena, JASMERAH tetap harus kita pakai sebagai selimut jiwa dan roh agar setiap upaya untuk menggerus nilai bisa kita cegah. Lupa boleh saja, menolak jangan! Itu dosa.
Mudah-mudahan situasi yg sama tidak lagi menimpa mantan presiden kita. Semoga hal-hal baik tetap dicatat sebagai nilai moral, bukan hanya utk kepentingan politik semata.
(Datak, Sabtu, 25 Feb 2023)