Ketua Pansus, Sapto Setyo menjelaskan dasar terbentuknya Pansus adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
Dari undang-undang (UU) tersebut memerintahkan kepada daerah untuk melakukan penyempurnaan pajak dan distribusi, yaitu menyeleraskan antara kewenangan pusat dan daerah provinsi maupun kabupaten kota.
“Pada pertemuan hari ini membahas perihal masalah pajak alat berat (PAB) dan pajak kendaraan bermotor plat di luar kaltim. Apa yang mendasari itu? Karena pertama, pajak kendaraan bermotor di luar kaltim yang dijelaskan Dirlantas Polda Kaltim ada beberapa hal yang harus dicarikan solusi dan pecahkan bersama,” urainya.
Ia pun mencontohkan dari data Angkutan Sungai, Darat dan Penyebrangan (ASDP) kapal feri yang masuk perhari ini ada 400 kendaraan berbagai jenis, tapi hanya tertulis kendaraan besar, sedang, dan kecil. Pun kendaraan yang beroperasi di sini platnya bukan plat kendaraan Kaltim, maka kuota BBM Kaltim akan berkurang.
“Ke depan hal ini harus dicoba merumuskan dengan single identity, Karena kuota BBM untuk kita itu dihitung berdasarkan plat kendaraan Kaltim. Kalau dipakai untuk kendaraan plat di luar Kaltim karena beroperasi di sini, maka akan habis,” terangnya.
Menurut Sapto, Pasal 71 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Terkait Wajib Lapor Kendaraan Bermotor Luar Wilayah, mengatur mengenai kewajiban pemilik kendaraan bermotor luar daerah untuk melaporkan kendaraan bermotor miliknya jika telah lebih dari 3 (tiga) bulan beroperasi di luar wilayah registrasi.
“Misalkan ada orang yang bekerja di Kaltim, berasal dari luar Kaltim, 1 tahun atau 2 tahun; apakah ini merubah plat kendaraan harus mengubah KTP, sedangkan syarat untuk mengubah plat harus memiliki KTP domisili di Kaltim. Ini yang harus diurai bersama dan dicarikan solusinya seperti apa,” katanya.
Untuk permasalahan alat berat, Pansus DPRD Kaltim akan memanggil dan berdiskusi kembali melibatkan inspektur tambang, distributor alat berat serta pihak pengguna dan lain-lain.
“Oleh karena itu, apakah yang dikenakan pajak alat berat yang baru atau alat berat yang sudah berjalan seperti apa? Karena itu memang hak dan regulasi daerah berdasarkan UU HKPD tersebut,” jelasnya.
Kemudian, legislator karang paci itu pun memberikan contoh lagi, misalkan ada perusahaan vendor platnya semua berasal dari Jawa beroperasi di Kaltim, dan uniknya lagi beroperasi di tambang tetapi tidak menggunakan jalan raya, apakah itu perlakuannya seperti apa.
“Hal-hal seperti itulah yang tidak bisa disimpulkan disuatu titik maka harus dicarikan formulanya,” imbuhnya.
Bukan hanya itu, Ketua pansus itu pun menyinggung masalah jambatan timbang yang ada di Kaltim ternyata kewenangannya berada di pusat.
“Bagaimana kalau pengawasan dipusat sedangkan fungsi jambatan timbang itu untuk mengendalikan tonase beban-beban yang ada di jalanan. Sedangkan jalan yang dilewati adalah jalan provinsi Kaltim, bagaimana dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan, hak dan kewajibannya seperti apa.?” tandasnya.(Red/f.Gea)