-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Iklan

Dugaan Malpraktek Hingga “Sebabkan Pasien Meninggal Dunia” Kinerja Dinas Kesehatan, BPRS dan IDI Sultra Dipertanyakan?

Rabu, 5 Julai 2023 | 2:16 PTG WIB | 0 Views Last Updated 2023-07-05T07:21:43Z

Gambar : Ilustrasi.


SimpulIndonesia.com__SULTRA,— Polemik dugaan Malprkatek Rumah Sakit (RS) Hermina Kota Kendari hingga disinyalir sebabkan pasien meninggal dunia, disoroti beberapa aktivis, Rabu (05/07/2023).


Sebelumnya diberitakan tim SimpulIndonesia.com terkait adanya dugaan Malpraktek yang diduga dilakukan oleh oknum dokter hingga menyebabkan pasien yang melakukan operasi caesar meninggal dunia.


Operasi caesar yang diketahui juga langsung dilakukan operasi angkat kandungan itu, meninggal dunia yang diduga disebabkan kerusakan multi organ.


Menurut keluarga korban yang ditemui tim SimpulIndonesia.com beberapa waktu lalu, mengatakan ada dugaan keterlambatan transfusi darah pada saat dilakukan operasi.


Menurut informasi yang dihimpun tim SimpulIndonesia.com, sebelum operasi pasien diketahui tidak memiliki penyakit apapun apalagi kerusakan organ, pasca operasi pasien diagnosa oleh dokter Interna mengalami kerusakan multi organ.


Akibat kerusakan multi organ tersebut pasien dinyatakan meninggal dunia.


Diketahui keterlambatan transfusi darah diduga menjadi penyebab korban mengalami kerusakan multi organ hingga meninggal dunia.


Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan Nasional (JPKPN) Provinsi Sulawesi Tenggara melalui kepala biro investigasi dan pengkajian kasus, Ali Sabarno soroti kinerja Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara (IDI) dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Tenggara.


“Jika berbicara mengenai keterlambatan transfusi darah, setahu kami itu darah harusnya disediakan oleh pihak rumah sakit serta dokter yang melakukan operasi harusnya tidak melakukan operasi tanpa adanya persiapan darah, apalagi ini menyangkut operasi caesar yang diagnosanya adalah akreta, menurut pandangan kami hal yang seperti ini memang rawan mengalami pendarahan hebat,”Kata Ali Sabarno.


Menurut informasi yang dihimpun pihaknya, belum ada sanksi tegas yang diberikan oleh IDI maupun BPRS.


“Harusnya ada sanksi tegas yang diberikan kepada oknum dokter yang diduga sebagai pelaku serta pihak rumah sakit yang harusnya bertanggung jawab atas kejadian ini, tapi sampai hari ini menurut investigasi kami belum ada sanksi yang diberikan,”Jelas Ali Sabarno.


Ali Sabarno juga membeberakan bahwa undang-undang tentang kesehatan mengatur mengenai malpraktek.


“Soal malpraktek tentu ini diatur pada Undang-Undang nomor 36 tahun 2014 tentang kesehatan menegaskan pada pasal 84 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan penerima pelayanan kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun, dan ayat (2) menegaskan bahwa jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap tenaga kesehatan dipidana dengan pidana paling lama lima tahun,”Beber Ali Sabarno.


Bukan hanya itu, pada pasal 359 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP) juga menegaskan bahwa barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.


Pasal 361 KUHP pun menegaskan bahwa jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan sesuatu jabatan atau pekerjaan, maka pidana itu boleh ditambah sepertiganya, dan dapat dijatuhkan pencabutan hak melakukan pekerjaan, yang dipergunakan untuk menjalankan kejahatan itu, dan hakim dapat memerintahkan pengumuman putusannya.


Ali Sabarno pun menambahkan bahwa bagaimana kinerja IDI sulawesi tenggara dan BPRS sulawesi tenggara dan bagaimana tindakan kepala dinas kesehatan.


“Yang harus kita pertanyakan bagaimana kinerja dari IDI Sulawesi Tenggara dan BPRS Sulawesi Tenggara? kenapa sampai hari ini belum ada kejelasan mengenai tanggung jawab dokter yang diduga melakukan malpraktek dan rumah sakit hermina yang diduga lalai dalam memberikan fasilitas kesehatan bagi masyarakat khususnya korban ini?”Tegas Ali Sabarno.


Dirinya pun berjanji akan mengambil langkah konstitusional jika dalam waktu dekat tidak ada itikad baik dari pihak terkait dalam kasus ini.


“Jika dalam waktu dekat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, BPRS Sulawesi Tenggara, serta IDI Sulawesi Tenggara tidak mengambil langkah tegas dan memberikan sanksi kepada oknum dokter serta Rumah Sakit Hermina, kami akan turun kejalan melakukan aksi unjuk rasa untuk menuntut ketua IDI Provinsi Sulawesi Tenggara, Ketua BPRS Sulawesi Tenggara dan Kepala Dinas Kesehatan untuk mundur dari jabatannya sebab kami menduga kuat dalam kasus ini adanya indikasi saling melindungi,”Tegas Ali Sabarno.


Saat dikonfirmasi via telpon whtasapp (05/07/2023), Dr. LM Bariun.,S.H.,M.H., mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan mediasi dengan pihak korban.


“Kita itu sudah melakukan mediasi, sudah kita kerumah sakit hermina, kita ketemu pihak keluarga korban habis itu kita pertemukan kedua belah pihak, jadi kita sudah melakukan itu semua,”Katanya kepada tim SimpulIndonesia.com.


Mengenai kantong darah Dr. LM Bariun mengatakan itu sudah dijelaskan.


“Temuannya itu kan setelah dipertemukan semua, soal kantong darah itu sudah dijelaskan juga,”Tuturnya.


Menurut Dr. LM Bariun mereka sudah melakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).


“Jadi kalau kita melihat dari aspek itu, mereka sudah melaksanakan secara SOP dari aspek pelayanan, itu menjadi kewajiban BPRS kan, apakah pelayanan pasien sudah terpenuhi apa tidak,”Ujarnya.


Mengenai dugaan malpraktek, Dr. LM Bariun mengatakan bahwa itu bukan ranahnya.


“Berkaitan dengan kalau itu terjadi dugaan-dugaan, itu bukan ranah kita, itu secara teknis tapi kita sudah tahu soal proses itu kan, itu tidak masuk di ranah itu, tetapi secara SOP dia sudah lakukan pertama itu kan di hermina gitu ya, itu pihak korban meminta dibawa ke bahteramas itu juga sudah dilakukan kan, soal kantong darah itu sudah dijelaskan oleh pihak rumah sakit pada saat kita pertemukan, mulai dari aspek teknisnya dari dokter yang operasi langsung sudah memberikan penjelasan, dokter yang menangani darah itu juga sudah menjelaskan,”Tambahnya.


Dr. LM Bariun.,S.H.,M.H juga menjelaskan mengenai komplain pihak korban sudah dijelaskan oleh pihak rumah sakit.


“Sudah dijelaskan semua, menjadi komplain pihak korban sudah dijelaskan pihak rumah sakit, pihak rumah sakit juga sudah ada upaya untuk bertemu pihak korban di rumahnya, lantas pihak korban sudah melakukan somasi ke pihak rumah sakit, karena kita melihat itu sudah ada somasi sudah melibatkan pihak ketiga berarti sudah masuk ranah hukum dan pada saat pertemuan itu kita pertemukan kuasa hukum itu, tapi pada saat yaa silahkan saja gitukan,”Jelasnya.


Bukan hanya itu, Dr. Bariun juga menuturkan bahwa korban sudah melakukan operasi caesar sebanyak dua kali.


“Jadi itu sudah dijelaskan sama dokternya, itu diagnosa awal itu dia memang tidak ditemukan, memang riwayat dari korban itu sudah pernah caesar dua kali, jadi kalau caesar ketiga itu, itu potensi sangat riskan, jadi menurut persoalannya disana, dari dokter yang menangani itu dia sudah tidak tau dia kalau terjadi sudah yang ketiga dan sudah dijelaskan itu semua,”Tutur Dr. Bariun.


Dalam konfirmasinya Dr. Bariun mengungkapkan bahwa sudah sesuai SOP dari rumah sakit Hermina.


“Jadi begini, jawaban dari pihak rumah sakit itu sesuai dengan SOP dari rumah sakit hermina itu kantong darah itu bukan disiapkan oleh pasien tapi disiapkan dari pihak rumah sakit, mereka sudah punya stok, katanya mereka sudah punya stok, sewaktu-waktu membutuhkan itu ya siap begitu menurut penjelasannya mereka, secara teknis mereka masih bisa menanggulangi dengan harus ada kantong darah dan ada hal lain lagi yang bisa saya tidak ngerti, tapi yang pasti penjelasannya begitu,”Ungkapnya.


Menurutnya semua sudah dijelaskan, pihaknya juga sudah menjelaskan kepihak dinas provinsi.


“Nah sekaramg itu sudah dijelaskan semua, kita juga sudah menjelaskan kepihak dinas provinsi untuk melakukan lebih mendalam lagi gitu kan, kita kan tidak masuk teknis, kita hanya bentuk bagaimana pelayanannya apa sudah sesuai protap atau tidak, kita sudah melakukan rekomendasi kepada IDI untuk melakukan kode etik, supaya dilakukan sidang etik tentang proses dari pelaksanaan itu,”Imbuh Dr. Bariun.


Dr. Bariun juga menegaskan bahwa BPRS sudah melakukan semua.


“Umpanya ini semua proses pihak korban belum puas begitu, dengan proses yang telah berjalan kan dia sudah punya pengacara silahkan saja tempuh jalur lain, dari pihak BPRS kan kita sudah lakukan semua,”Tegas Dr. Bariun.


Dikonfirmasi via whatsapp kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Hj. Usnia mengatakan dirinya masih berada di tanah suci (Mekkah).


Saat dikonfirmasi via wahtsapp Ketua Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara dr. La Ode Rabiul Awal belum menjawab pertanyaan dari tim SimpulIndonesia.com hingga berita ini ditayangkan.(Nur).


IKLAN

×
Berita Terbaru Update