SIMPULINDONESIA.com_ SUL-SEL,- Menjelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pengajuan permohonan pengurangan batas usia capres dan cawapres, mahasiswa yang tergabung dalam Forum Kajian dan Advokasi Kerakyatan (FK-GARDA) bekerjasama dengan Organisasi Pendekar Hukum Indonesia (PHI) menggelar diskusi publik bertajuk Politik Hukum Dibalik Polemik Batas Usia Capres dan Cawapres, di Warkop Balla Akkado Barakka, Samata, Gowa, Sabtu (14/10/2023).
Hadir sebagai narasumber Ketua Prodi Hukum Universitas Handayani Makassar, Muh Fachrur Razy Mahka, S.H.I., MH. dan Dosen Ilmu Politik UIN Alauddin Makassar, Fajar, S.Sos., M.Si, dipandu pengurus FK GARDA, Fahim sebagai moderator.
Diskusi publik ini menyinggung usulan uji materi pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), memuat syarat batas umur Capres dan Cawapres, uji materi tersebut disampaikan ke MK melalui permohonan nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023.
Fachrur Razy selaku narasumber pertama mengungkapkan bahwa bukan wewenang Mahkama Konstitusi (MK) untuk mengubah UUD Pemilu, menurutnya wawenang MK sebagai negative legislator, bertugas memastikan semua produk Undang-Undang tidak ada yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau Konstitusi.
"Perubahan undang-undang Pemilu ada dalam kewenangan DPR dan pemerintah selaku positive legislator, bukan MK" tandas Fachrur Razy.
Senada dengan itu, Fajar yang juga pengamat politik menyampaikan, usulan rancangan uji materi UU Pemilu dalam pasal terkait usia Capres dan Cawapres tersebut memang problematik, pasalnya usulan tersebut digulirkan menjelang Pemilu yang sudah dekat.
Menurut Fajar, nuansa politis dalam permohonan uji materi itu tidak bisa dielakkan, sebab sebelumnya ada wacana yang menguat tentang pencalonan salah satu anak presiden Jokowi yang secara usia belum memenuhi persyaratan menurut UU Pemilu.
"Kita harus mewanti-wanti jika saja MK menyetujui perubahan batas usia Capres dan Cawapres itu, jika berhasil diketuk palu, ini akan melanggengkan politik dinasti di Indonesia," tuturnya.
Sementara itu, penanggungjawab kegiatan Asfar menyampaikan, sebagai penjaga marwah konstitusi negara, MK harus bersikap netral dan tidak menjadi alat kekuasaan.
"Jangan sampai karena hasrat politik dinasti, lembaga negara yang bertugas mengawal konstitusi, jatuh kredibilitasny " pungkas Afkar yang juga pengurus FK GARDA.(Humas)