TAKALAR - Netralitas Aparatur Sipil Negara yang digaungkan pemerintah kabupaten Takalar sepertinya hanya sekedar seremonial, Sikap tidak netral telah jadi tontonan Vulgar. Padahal, Bawaslu telah memberikan peringatan sejak dini terkait sanksi ASN yang tidak netral. kali ini 5 orang oknum ASN diduga mendatangi sekolah-sekolah dan membagikan alat kampanye berupa kartu salah satu calon anggota DPRD Takalar
Peristiwa itu terjadi Pada hari Jumat, 19/01/2024. Oknum Anggota DPRD Takalar bersama rombongan mendatangi SD dikelurahan Bulukunyi kecamatan Polong Bangkeng Selatan. Bak Bodyguard Kehadiran wakil rakyat itu pun dikawal 4 orang ASN, diantaranya ZD pejabat eselon III, NE juga pejabat eselon serta dua orang guru ASN
Awalnya guru -guru diarahkan masuk kesekolah pasca usai jam pelajaran oleh oknum anggota DPRD tersebut, dengan dalil ingin mengetahui aspirasi dari para guru disekolah itu, mereka pun melakukan bincang dan tanya jawab seputaran dunia pendidikan di Takalar.
Sekitar kurang lebih beberapa menit pembicaraan hanya didominasi oleh oknum Anggota DPRD itu. Diakhir pembicaraan dan berpamitan salah satu ASN Inisial NE, menyerahkan kartu caleg kepada seluruh guru yang hadir dengan harapan diberikan dukungan
Atas peristiwa itu, Pakar Hukum Universitas Hasanuddin, Ahsan Yunus angkat bicara, ia berharap kepada panitia pengawas pemilihan umum (Bawaslu) Kab. Takalar untuk melakukan pemeriksaan dan pendalaman atas dugaan pelanggaran oknum ASN tersebut, baginya ASN harus bersikap netral sebagai aparatus negara dalam kontestasi pemilu sebagai konsekuensi mandat konstitusi dan UU Pemilu agar pesta demokrasi bisa berjalan secara jujur, adil dan bermartabat.
"Netralitas ASN bukan hanya wajib secara imperatif regulasi, tetapi keharusan fungsional dan aktivasi demokrasi. Secara tegas, ada 3 UU yang menegaskan Wajibnya ASN untuk netral pada semua level ASN. Pertama, UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dimana pada Pasal 2 UU tersebut menegaskan bahwa "Setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu" Ungkapnya
Kedua lanjut Ahsan, Dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam Pasal 280 Ayat (2) menegaskan bahwa "Selain ASN, pimpinan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi sampai perangkat desa dan kelurahan dilarang diikutsertakan dalam kegiatan kampanye. Jika pihak-pihak disebutkan tetap diikutsertakan dalam kampanye, maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.
Sanksi tersebut tertuang, dalam Pasal 494 UU 7 tahun 2017 yang menyebutkan, "Setiap ASN, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 Ayat (3) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Ketiga, dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah terdapat dua pasal yang mengatur tentang netralitas ASN yaitu pada Pasal 70 dan Pasal 71. Pasal 70 Ayat (1) menyatakan bahwa "kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 189.
Jadi, persoalan netralitas ASN dari level atas sampai bawah adalah satu keniscayaan yang harus dilakukan sebagai manifestasi dari hadirnya negara menjaga marwah dan kualitas pemilu sebagai sarana pengejawantahan kedaulatan rakyat sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI 1945".
Dengan hadirnya 3 regulasi organik dalam bentuk UU maupun agregasinya dalam bentuk PP ataupun SKB Menteri tentang urgensitas netralitas ASN ini, maka siapapun ASN dan level apapun yang melanggar wajib dan demi hukum dan keluhuran demokrasi untuk ditindak secara tegas oleh Bawaslu dan Gakumdu Pemilu agar substansi dan esensi pemilu tidak dicoreng oleh oknum ASN atau yang bersama sama dengan ASN untuk menciderai dan merobek jantung Kedaulatan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi (The Suprame Source of Authority)," Tegasnya.
Bawaslu tidak boleh hanya pembawa pesan dan seruan netralitas tetapi dalam running proses pemilu ini harus pro aktif untuk menjadi aktivator penjaga netralitas ASN dan perangkat negara lainnya. Tutup Dosen Universitas Hasanuddin Itu.