Gambar : Koordinator Nasional Lembah Bersuara, La Ode Arwan. (Foto/Ist).
SimpulIndonesia.com__SULTRA,—Meningkatnya persoalan konflik agraria disebabkan pembangunan dan investasi yang tidak mengindahkan hak-hak masyarakat atas atas tanah. Selain itu terjadinya ketimpangan atas penguasaan tanah tidak terkendali sehingga menyebabkan gesekan antara masyarakat, pemerintah dan Badan Usaha. Rabu (01/02/2024).
Persoalan tumpang tindih, dan akumulasi konflik agraria tidak pernah tuntas, apalagi badan usaha kadang menggunakan insturmen premanisme, kriminalisasi hingga manipulasi ganti kerugian makin membuat runyam masalah ini.
Dalam konfrensi persnya Kordinator Nasional Lembah Bersuara Arwan khusus menyorot persoalan klaim atas hak lahan masyarakat yang terjadi di desa puwehako dan beberapa wilayah di kecamatan mowila yang diduga Beberapa lahan warga di duga di serobot oleh PT Merbaujaya Indahraya Group di desa Puwehoko kecamatan mowila kabupaten konawe selatan.
Dalam catatannya Arwan menyebutkan bahwa data yang dirinya miliki adalah data cetak sawah yang dibiayai oleh negara pada tahun 2008 dengan luas 60 Hektar Are, 2010 seluas 80 Hektar Are, dan 2011 dengan luas 90 Hektar Are.
Namun faktanya banyak masyarakat desa mengeluhkan kerusakan persawahan miliknya. Diketahui sekitar setengah dari percetakan sawah yang dibuat oleh negara disinyalir dirusak oleh PT Merbaujaya Indahraya Group.
“Sumber anggaran pada percetakan sawah, yakni dari APBN dan APBD yang dilaksankan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, dan sekarang rusak serta tak lagi produktif,”Ungkap La Ode Arwan.
Disinyalir sekitar 50 persen dari luas percetakan sawah dirusak oleh PT Merbaujaya Indahraya Group.
Namun Alih-alih menunjukan tindakan perbaikan justru banyak masyarakat desa mengeluhkan kerusakan persawahan miliknya. Diketahui sekitar setengah dari percetakan sawah yang dibuat oleh negara disinyalir dirusak oleh PT Merbaujaya Indahraya Group.
Aldi Hidayat ketua bidang kajian hutan dan perkebunan menambahkan bahwa saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah tindakan tegas dari pemerintah.
“Kami akan dorong kepada Pemerintah Pusat untuk minta cabut izin PT Merbaujaya Indahraya Group. , Pemerintah seharusnya langsung ambil alih kawasan tersebut, lalu segera kembalikan tanah milik petani,”Ujar Aldi Lamoito.
Lebih lanjut Aldi juga menyatakan bahwa apa yang dilakukan PT Merbaujaya Indahraya Group merupakan potret industri sawit di Indonesia yang masih dipenuhi cerita konflik, pelanggaran HAM serta pengrusakan lingkungan dan hutan.
“Menurut kami sudah saatnya pemerintah berhenti menerbitkan izin-izin perkebunan sawit skala besar, sembari melakukan perbaikan tata kelola dengan melakukan evaluasi izin, penyelesaian konflik, dan penegakan hukum atas perusahaan yang melakukan pelanggaran dan kejahatan kepada rakyat serta lingkungan. Dibutuhkan juga terobosan baru dengan memberlakukan skema blacklist bagi perusahaan ataupun penerima manfaat dari perusahaan yang selama ini melakukan pelanggaran dan kejahatan,”Tutup Aldi Lamoito.
Sampai berita ini ditayangkan tim Redaksi SimpulIndonesia.com masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak terkait.(Nur).