SimpulIndonesia.com__KENDARI,— Selama menjabat sebagai General Manager PT Antam Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Konawe Utara, Hendra Wijayanto (HW), aktif melaporkan illegal mining. Sabtu (20/04/2024).
Naas bagi Hendra Wijayanto, beberapa laporan dilayangkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) soal ilegal mining tapi malah menjadi tersangka dokumen terbang.
Ditemui di pengadilan Tipidkor Kendari Istri HW, Ratna Dewi mengatakan, ia mengikuti segala proses persidangan sehingga ia mengetahui fakta persidangan.
Kata Ratna dalam dakwaan terhadap Hendra Wijayanto terbantahkan berdasarkan dokumen-dokumen dan keterangan saksi.
“Berdasarkan fakta-fakta persidangan, tidak ditemukan kasus tipikor. Sebagai GM, Hendra Wijayanto dan sebagai KTT, ia menjalankan tupoksinya sebagaimana mestinya, terbukti dari pelaporan-pelaporan yang telah ia lakukan,”Kata Ratna Dewi kepada tim SimpulIndonesia.com. Kamis (18/04/2024).
Sebagai istri Ratna Dewi mengungkapkan kesedihannya, lantaran suaminya (Hendra Wijayanto) sudah menjalankan tugasnya sesuai SOP.
"Saya sebagai istri sedih melihat hukum yang ada di Indonesia ini, dia sudah menjalankan tugasnya sesuai SOP sebagai karyawan, malah berbalik arah. Padahal tidak satu rupiah pun dia terima dari siapa pun bahkan tidak kenal dengan PT KKP, PT TMM serta PT CJ," ujar Ratna Dewi.
Tak hanya itu Ratna Dewi juga menerangkan bahwa selama bekerja sama operasi ataukemitraan (KSO), Hendra Wijayanto sangat berhati-hati dari segi hukum meminta bahkan meminta pertimbangan hukum kepada Kejaksaan, melaporkan dugaan illegal mining ke Mabes TNI, Mabes Polri dan Kejati, hingga Gakkum KLHK namun malah ini berbalik arah jadi tersangka.
"Terstruktur, terdrama sekali hingga membuat semua seakan-akan Hendra bekerja sama dan dianggap cuci tangan. Padahal murni mereka ber-KSO dengan baik sesuai dengan prosedur,"Terang Ratna Dewi.
Ratna Dewi menyatakan keheranannya, ada masalah apa dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Patris Yusrian Jaya. Selama ini Hendra Wijayanto aktif melaporkan illegal mining bahkan dalam pelaporannya juga meminta pandangan hukum pada Kejati, namun malah didakwa dan dituntut lebih berat dibanding terdakwa yang mengakui melakukan dokumen terbang.
"Kajati seperti meludah kemudian dijilat kembali, sudah meminta pandangan hukum, malah berbalik arah suami saya jadi tersangka," ujar Ratna Dewi kecewa.
Istri HW menjelaskan, tugas utama Hendra Wijayanto yang diberikan oleh Direktur Antam adalah menyelamatkan aset yang sudah dikuasai 11 BUMS. Sebagai karyawan Antam, terketuk hatinya untuk menyelamatkan aset negara.
“Hendra Wijayanto itu suami saya, dia sangat perfeksionis mulai dari dokumen sangat tertata rapi hingga data-data dan sangat family man,”Tambah Ratna Dewi.
Sementara Penasehat Hukum HW, Muhammad Takdir Al Mubaraq mengatakan, HW sudah pasti layak divonis bebas karena dalam hal menghukum seseorang itu harus terpenuhi alat bukti baik itu surat, ahli, keterangan terdakwa dan alat bukti lainnya.
"Tetapi fakta persidangan tidak ada satupun yang bisa membuktikan, JPU tidak mampu membuktikan bahwa terdakwa mengetahui atau ada persetujuan berkaitan dengan penjualan ore nikel menggunakan dokumen PT KKP (Kabaena Kromit Pratama) maupun PT Tristaco Mineral Makmur (PT TMM), tidak ada satupun yang bisa membuktikan karena terdakwa justru melaporkan illegal mining," kata Takdir.
Ia menyebut, sangat aneh ketika pelapor illegal mining dituntut lebih tinggi dibandingkan terdakwa lainnya. Sementara fakta persidangan mengakui bahwa dokumen merekalah yang digunakan untuk penjualan ore nikel.
"Misalnya PT KKP dan PT TMM mengakui memang benar penggunaan dokumennya. Khususnya untuk PT. KKP itu ada 21 kapal gunakan dokumen PT. KKP yang berasal dari WIUP PT. Antam, 19 kapal yang dijual oleh aceng dan heri yg merupakan ore sitaan dari bareskrim polri. Dan 2 kapal itu dijual oleh Risman/Kiki dari lahan ex 11 BUMS semua menggunakan Dokumen PT. KKP. Untuk dokumen PT. TMM itu 1 kali digunakan oleh Khairul Amin dan ore nikelnya berasal dari lahan mandiodo, khususnya lahan koridor. Dan semua sudah dilaporkan oleh Hendra Wijayanto. Tetapi aneh ketika klien kami justru dituntut lebih tinggi dibanding mereka yang mengakui. Padahal fakta persidangan, dialah yang banyak melaporkan. Puluhan bahkan ratusan laporan illegal mining diberikan kepada aparat penegak hukum. Baik itu di Mabes Polri bahkan ke Kejaksaan Tinggi," tegas Takdir.
Menurutnya, sesuai dengan fakta persidangan, harusnya HW dituntut bebas karena tidak ada fakta yang membuktikan bahwa ia terlibat dalam penjualan ore nikel menggunakan dokumen terbang.
Penasehat Hukum Arya Muttaqin mengatakan, Hendra Wijayanto selain aktif melaporkan ilegal mining juga mengirimkan surat teguran pada perusahaan yang melakukan illegal mining dan dalam perjalannannya, HW meminta pertimbangan hukum bagaiamana KSO melakukan kewajibannya.
"Mulai dari surat-surat Hendra Wijayanto ke KSO MTT dan juga nota dinasnya ke manajemen kantor pusat. Manajemen memberikan respons terhadap nota dinas yang diajukan Hendra Wijayanto sebagai GM UPBN Konut, dari surat teguran tersebut hanya 3 teguran yang direspons manajemen karena memang yang diatur dalam kontrak," kata Arya.
Ia menambahkan, tiga kali teguran sudah dilayangkan kepada KSO MTT maka Antam berhak mengambil tindakan termasuk dengan memutuskan kontrak. Yang berhak memutuskan kontrak itu bukan Hendra Wijayanto tapi direktur utama yang berkontrak KSO MTT.
Sampai berita ini ditayangkan belum ada konfirmasi dari pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, tim SimpulIndonesia.com masih berupaya melakukan konfirmasi. (Nur).