BULUKUMBA — Ketua Umum Pimpinan Pusat Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (PP Lidmi), Shalihin, mengecam keras aturan larangan berhijab yang diberlakukan bagi anggota Paskibraka.
Menurutnya, kebijakan ini bertentangan langsung dengan prinsip-prinsip Pancasila, terutama sila pertama yang menekankan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Shalihin menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya melanggar hak individu untuk menjalankan ajaran agamanya, tetapi juga mengkhianati nilai-nilai fundamental yang menjadi dasar negara.
"Aturan pelepasan hijab bagi peserta Paskibraka jelas bertentangan dengan Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dan menjiwai seluruh sila yang lain jelas menyatakan hal itu.
Nilai agama setiap warga negara harus dihormati. Maka saya tidak tahu bagaimana cara berpikir BPIP ini selaku yang bertanggung jawab,” ungkapnya.
Isu ini menjadi perhatian publik setelah aturan tersebut diterapkan dalam upacara pengukuhan dan kenegaraan Paskibraka di Ibu Kota Negara (IKN).
BPIP, sebagai badan yang bertanggung jawab atas Paskibraka sejak tahun 2022, dianggap telah sering melakukan langkah-langkah yang kontroversial.
Shalihin menyoroti bahwa kebijakan semacam ini bukanlah yang pertama, dan menimbulkan pertanyaan mengenai arah kebijakan BPIP.
“Pimpinan BPIP sudah sangat sering melakukan tindakan-tindakan kontroversial seperti ini. Ini bukan yang pertama kan. Mulai dari pernyataan agama adalah musuh Pancasila hingga lomba artikel dengan tema hukum hormat bendera.
Pernyataan-pernyataan seperti ini justru membuat kita bertanya-tanya. Siapa yang perlu dibina sebenarnya?" tegas Shalihin.
Lebih lanjut, Shalihin, alumnus Universitas Hasanuddin, menekankan bahwa akar dari persoalan ini adalah kesalahpahaman yang mendalam mengenai agama di kalangan pimpinan BPIP.
Ia menyoroti pandangan yang melihat simbol-simbol agama sebagai ancaman, padahal seharusnya dihormati sebagai bagian dari keberagaman bangsa.
“Saya melihat kejadian ini karena konstruk berpikir yang keliru dalam melihat agama. Seakan-akan jika ada atribut agama maka ia dianggap radikal. Reaksi kaum liberal kan seperti itu.
Mereka memanfaatkan modal murah dari radikalisme yang terjadi pada sebahagian kaum Muslimin namun pada akhirnya melakukan dekontruksi nilai dan menyerang Islam dan sumber-sumber Islam yang telah disalah anggap sebagai sumber radikalisme oleh mereka,” tambahnya.
Sebagai solusi, Shalihin menyerukan kepada pemerintah untuk segera merevisi aturan ini dan memastikan agar kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan tidak kembali terulang di masa mendatang.
"Saya selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Lidmi meminta kepada pemerintah untuk segera melakukan perbaikan aturan.
Kita tidak ingin mendengar hal seperti ini lagi di negara yang menganut asas Ketuhanan. Mulai dengan cabut aturannya,” tutupnya.