SimpulIndonesia.com__KENDARI,— Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kendari kembali geruduk markas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), kejar penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada 26 September 2024. Kamis, (26/9/2024).
Aksi unjuk rasa itu, sebelumnya berpusat di kampus besar Universitas Halu Oleo (UHO) dengan melakukan konsolidasi di beberapa fakultas untuk mengajak seluruh elemen mahasiswa dan kelembagaan.
Setelahnya, mereka langsung menuju Mapolda Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan ratusan massa anggota dan kader GMNI Kota Kendari.
Berdasarkan informasi yang dihimpun,
Dalam aksi itu tidak hanya menyampaikan aspirasi dan tuntutan, para massa aksi juga membakar ban.
Selain itu, Para pengunjuk rasa dalam
menjalankan aksinya dihadang oleh para oknum kepolisian sehingga terjadi adu kekuatan atau saling dorong.
Aksi saling dorong antara pihak kepolisian dengan massa aksi dari lembaga GMNI Kendari, sebagai bentuk kekecewaan dan kemarahan massa aksi terhadap instansi seharusnya meneggak keadilan kepada masyarakat.
Dalam orasinya, Kabid Agitasi dan Propaganda DPC GMNI Kendari, Bung Risal mengatakan momentum September berdarah yang terjadi pada tanggal 26 September 2019 yang lalu adalah bentuk kekejaman negara terhadap warganya.
Aparat Penegak Hukum (APH) yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat justru mereka menjadi bagian yang melakukan kekerasan dan tindakan represif secara brutal kepada mahasiswa.
"Tak hanya almarhum Randi dan Yusuf, bahkan beberapa mahasiswa justru menjadi korban dari tindakan represif kepolisian, misalnya penembakan gas air masa di lembaga pendidikan. Itu kan sangat meresahkan aktivitas pendidikan yang di rasakan oleh mahasiswa,"Katanya.
Menurutinya, Mahasiswa adalah bagian dari perpanjangan tangan masyarakat yang menyampaikan aspirasi dan keresahan yang terjadi di tengah masyarakat.
"Tapi kenapa justru di perlakukan tidak manusiawi dan tidak beradap, justru di hilangkan nyawanya,”Jelas Bung Risal.
Ia mengajak seluruh mahasiswa untuk kembali menunjukkan eksistensinya ke seluruh birokrasi yang melindungi penembakan.
“Olehnya itu kami dari GMNI Kendari mengajak seluruh mahasiswa Sulawesi Tenggara untuk kembali menunjukkan eksistensi pergerakan dan perlawanannya kepada seluruh birokrasi dan pemerintah yang melindungi pelaku penembakan,"Tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya menerangkan bahwa september berdarah merupakan peristiwa berkabung untuk seluruh mahasiswa seluruh Indonesia khususnya Sulawesi Tenggara.
“Almarhum Randi dan Yusuf adalah korban dan bagian dari kebengisan aparat kepolisian yang melakukan tindakan represif sampai menghilangkan nyawa 2 anak bangsa yang memperjuangkan keadilan,”Terangnya.
Menurutnya, Aparat Penegak Hukum (APH) disinyalir tumpul dan tak punya itikad baik dalam menyelesaikan masalah ini.
“Namun aparat penegak hukum (APH) dan negara ini seakan tak punya itikad baik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Bangsa ini sudah terlampau bosan dengan permintaan maaf,”Jelasnya.
Setelahnya, Para massa aksi langsung di temui oleh petinggi Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam hal ini Ditreskrimum.
Untuk diketahui, GMNI Kota kendari tuntuti beberapa masalah yang belum menemui titik terang.
“Ada beberapa tuntutan kami diantaranya, Tuntaskan kasus pelanggaran HAM penembakan Almarhum Randi dan Yusuf, Mendesak Kapolda Sultra untuk mengevaluasi jajaranya setiap pengamanan massa aksi, dan mendesak aparat kepolisian untuk menghentikan tindakan represif,” Tutup Rasmin Jaya. (Andi/Nur).