Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

iklan

Keluarga Hingga Kerabat Dekat Sekda Pemprov Sultra Diduga Naik Haji Pakai Biaya Tak Terduga yang Bersumber dari APBD

Sabtu, 15 Februari 2025 | 17.10 WIB Last Updated 2025-02-15T10:10:20Z
Gambar : Ashabul Akram, Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Sulawesi Tenggara (Koorpus BEM Se-Sultra). (Foto/Ist).


SIMPULINDONESIA.COM__KENDARI,— Koordinator Pusat (Korpus) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Sulawesi Tenggara (Sultra) mengungkapkan dugaan adanya praktek nepotisme di tubuh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulawesi Tenggara. Sabtu (15/02/2025).


Diketahui, dugaan tersebut mencuat terkait seleksi Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD), yang diduga penuh dengan rekayasa hasil ujian seleksi Computer Assisted Test (CAT).


Korpus BEM Se-Sultra, Ashabul Akram, saat ditemui awak media ini, menduga kuat bahwa praktek nepotisme terjadi pada seleksi TPHD yang mengikutsertakan sejumlah orang yang diduga memiliki hubungan keluarga atau kedekatan dengan pihak Sekda Provinsi Sultra. 


Ia menyoroti bahwa sejumlah peserta seleksi yang lulus diduga kerabat dan orang-orang dekat Sekda.


Bahkan katanya istri ketua panitia TPHD yang berinisial M, yang merupakan bagian dari keluarga Sekda, diduga lulus atas kelulusannya tersebut disinyalir menyebabkan adanya konflik kepentingan.


“Proses seleksi TPHD yang lulus CAT diduga penuh dengan rekayasa nilai dan konflik kepentingan, dengan istri ketua panitia yang diluluskan oleh ketua panitia itu sendiri. Ketua panitia ini adalah orang dekat Sekda Provinsi Sultra,” ujarnya pada Sabtu (15/2/2025).


Dirinya juga menambahkan, lima orang yang lulus dalam seleksi TPHD tersebut diduga merupakan kerabat, kader, dan orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan Sekda, Di antaranya adalah istri ketua panitia, sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sultra yang merupakan keluarga dari istri Sekda, serta sejumlah pejabat lain yang diduga memiliki keterkaitan dengan Sekda.


“Di antara yang lulus adalah istri ketua panitia, sekretaris DLH Provinsi Sultra yang merupakan keluarga istri Sekda, kepala biro Kesra, kepala kantor penghubung, dan kepala biro ortala yang merupakan kader Sekda yang akan menjabat sebagai kepala BKD,” jelasnya.


Dirinya juga mengungkapkan bahwa ia memegang bukti-bukti terkait pengumuman hasil seleksi dan berencana untuk melaporkan hal tersebut ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia.


“Kami memiliki bukti pengumuman asli dan bukti lainnya. Kami akan segera melaporkan hal ini ke Kejaksaan Agung RI,” tegasnya.


Dijelaskan pula, tes CAT yang dilaksanakan pada tanggal 23 Januari 2025 lalu, di Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Tenggara, dengan ketua panitia dari biro Kesra dan sekretaris dari Kanwil Kemenag, diikuti oleh sekitar 30 peserta.


Ia mencurigai bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak steril, dengan adanya dugaan bahwa panitia membantu menyampaikan jawaban kepada peserta, serta soal wawancara yang tidak relevan dengan tugas calon pendamping haji.


“Pelaksanaan CAT kami duga tidak steril, dengan adanya indikasi panitia yang mondar-mandir untuk membantu peserta. Soal wawancara juga tidak ada kisi-kisi yang jelas dan tidak relevan dengan tugas sebagai pendamping haji,” tambahnya.


Dirinya juga menyinggung bahwa pengumuman hasil seleksi diketahui oleh Sekda Provinsi Sultra. 


Selain itu, ia menyoroti bahwa pada tahun 2023, Sekda Provinsi Sultra diduga menggunakan Anggaran Biaya Tidak Terduga (BTT) untuk membiayai perjalanan haji pribadi, padahal BTT seharusnya digunakan untuk bencana atau keperluan darurat lainnya.


“Pada tahun 2023, Sekda diduga menggunakan BTT untuk naik haji, padahal dana tersebut seharusnya disiapkan untuk bencana atau hal-hal darurat lainnya di daerah,” tuturnya.


Sebagai penutup, dirinya mengingatkan bahwa praktek nepotisme diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, yang menyebutkan bahwa setiap penyelenggara negara yang terbukti melakukan nepotisme dapat dihukum penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.


“Kami tahu bahwa praktek nepotisme diatur dalam Pasal 22 UU 28/1999, dan pelakunya dapat dikenakan hukuman penjara serta denda yang besar,” pungkasnya.


Ashabul Akram juga menyampaikan agar ini menjadi koreksi buat Menteri Agama, untuk melakukan evaluasi Pejabat Kanwil Agama.


“Ini harus menjadi bahan evaluasi Menteri Agama karena diduga dari tahun ke tahun penyelenggaraan haji terasa bobrok akibat Tim Pemandu Haji yang di seleksi melalui Kanwil Kemenag disinyalir tidak transparan dan orang-orang yang diluluskan terindikasi tidak meniliki kapasitas untuk memandu haji. Bagaimana mereka bisa pandu haji sementara seleksinya saja diduga kuat pakai joki,”Tutupnya.


Sampai berita ini ditayangkan belum ada konfirmasi dari pihak terkait, Tim SIMPULINDONESIA.COM masih berupaya lakukan konfirmasi. (Nur).

×
Berita Terbaru Update