Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

iklan

‘Tak Kantongi IPPKH’ Aktivitas PT Fatwa Bumi Sejahtera Kolaka Disorot

Kamis, 20 Februari 2025 | 10.46 WIB Last Updated 2025-02-20T03:46:30Z

Gambar : Peta lokasi OP dan PPKH PT Fatwa Bumi Sejahtera Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. (Foto/Ist).


SIMPULINDONESIA.COM__KOLAKA,— PT. Fatwa Bumi Sejahtera (PT FBS) salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan yang beroprasi di wilayah Desa Pitulua, Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) Diduga belum memiliki izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH). Kamis (20/02/2025).


Diketahui, Aktivitas pertambangan ini menjadi sorotan karena penggunaan jalan Hoaling oleh PT. Fatwa Bumi Sejahtera diduga berada dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan disinyalir belum memiliki izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


Hal tersebut di ungkapkan eks Ketua Umum Badko HMI Sultra yang juga sekaligus Koordinator Rakyat Nusantara, Umar, menduga bahwa aktivitas Hoaling Ore Nikel oleh PT. FBS terjadi di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas dan belum memperoleh IPPKH yang sah.


“Kami menduga aktivitas Hoaling Ore Nikel PT. Fatwa Bumi Sejahtera berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas dan belum mengantongi IPPKH dari kementerian,” ungkapnya pada Rabu (19/2/2025).


Dirinya menambahkan bahwa pembukaan lahan dan pembuatan jalan sepanjang ± 3 kilometer di kawasan Hutan Produksi Terbatas diduga dilakukan untuk kegiatan Hoaling pertambangan ore nikel oleh PT. FBS.


“Perusakan dan pembukaan lahan untuk pembuatan jalan sepanjang kurang lebih tiga kilometer dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas tersebut diduga digunakan untuk kegiatan Hoaling pertambangan Ore Nikel PT. Fatwa Bumi Sejahtera,” jelasnya.


Dirinya, mengatakan dalam Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang menyatakan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung, dengan syarat harus memiliki PPKH.


“Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 38 Ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung, dan itu harus memiliki PPKH,” tuturnya.


Dirinya menegaskan bahwa aktivitas PT. FBS yang menggunakan jalan dalam kawasan hutan tanpa IPPKH jelas melanggar Undang-Undang.


“Dengan demikian, aktivitas PT. FBS dalam menggunakan jalan dalam kawasan hutan tanpa PPKH ini jelas melanggar Undang-Undang Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 50 ayat (2) huruf a UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah diubah oleh Pasal 36 angka 17 dan angka 19 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, serta Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidananya adalah hukuman paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp7,5 miliar,” paparnya.


Dirinya juga mengutuk aktivitas ilegal tersebut dan berjanji untuk terus melaporkan kasus ini ke penegak hukum guna menindak tegas para pelaku perambahan dan perusakan kawasan hutan.


“Kami mengecam aktivitas ilegal tersebut dan akan terus berupaya melaporkan kepada penegak hukum untuk menindak tegas para pelaku perambahan dan perusakan kawasan hutan,” tegasnya.


Ia menambahkan bahwa dampak dari perbuatan para pelaku adalah kerusakan serius terhadap ekosistem hutan, kerugian negara akibat nilai tegakan kayu, serta potensi bencana banjir dan tanah longsor.


Pihaknya juga akan terus mengawal kasus ini agar pelaku pengrusakan hutan dihukum seberat-beratnya untuk memberikan efek jera.


“Dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan para pelaku merupakan kejahatan serius, yaitu rusaknya ekosistem hutan, kerugian negara dari nilai tegakan kayu, serta potensi bencana banjir dan tanah longsor, Kami akan terus mengawal kasus ini agar pelaku pengrusakan hutan dapat dihukum seberat-beratnya untuk memberikan efek jera,” tambahnya.


Ia juga menyatakan bahwa ini merupakan bentuk kepedulian terhadap penyelamatan sumber daya alam (SDA) serta mendukung komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim.


“Aksi kontrol ini kami lakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap penyelamatan SDA serta untuk mendukung komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim, demi mewujudkan program besar Indonesia melalui FOLU Net Sink 2030,” ujarnya.


Ia juga meminta Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Tenggara untuk segera melakukan operasi pengamanan lingkungan hidup dan kehutanan di wilayah Sulawesi Tenggara.


“Oleh karena itu, kami akan menyampaikan hal ini kepada Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Tenggara dengan harapan agar mereka segera melakukan operasi pengamanan lingkungan hidup dan kehutanan di wilayah Sulawesi Tenggara,” pungkasnya.


Sementara itu, perwakilan PT. FBS, Wira, saat dikonfirmasi membantah tuduhan tersebut.


 “Tidak benar itu. Kalau ada persoalan legalitas yang tidak sesuai, kami ini sudah lama kena teguran dari SDM dan Kementerian Kehutanan. Itu saja poinnya,” tutupnya.(Nur).

×
Berita Terbaru Update