.jpeg)
Ya, diduga ada sebuah skandal besar dalam kasus korupsi timah kembali mencuat ke permukaan hingga membuat heboh masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Penyelidikan terbaru mengungkapkan bahwa sebanyak 200 ton balok timah milik PT. Tinindo Inter Nusa (TIN) dengan sengaja telah ditimbun ke dalam tanah untuk menghilangkan Barang Bukti (BB), Sabtu (1/3/2025).
Fakta ini mengarah pada dugaan kuat bahwa ada jaringan luas yang terlibat dalam upaya mengamankan aset ilegal, termasuk aparat penegak hukum, pegawai PT. Tinindo, serta pihak dari PT. Timah.
Kasus ini bermula pada pertengahan tahun 2024 lalu, saat Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut dugaan korupsi dalam sektor timah yang melibatkan sejumlah smelter swasta, termasuk PT Tinindo.
Namun entah apa yang terjadi, pada saat itu keberadaan timah balok yang dikubur belum diketahui oleh penyidik. Belakangan, sumber media KBO Babel menemukan bahwa penimbunan Barang Bukti ini dilakukan secara sistematis oleh pihak internal PT Tinindo, dengan keterlibatan beberapa oknum aparat yang seharusnya menegakkan hukum.
Modus Operandi Pengalihan Barang Bukti
Pada pertengahan tahun 2024, penggalian timah balok ini dilakukan atas perintah pihak PT Tinindo. Nama-nama yang terlibat dalam eksekusi penggalian ini mencakup individu berinisial PS dan AR, yang diketahui memiliki hubungan pekerjaan dengan PT Tinindo.
Proses ini bahkan mendapat pengawalan dari oknum aparat Polda Kepulauan Bangka Belitung, yang bukannya bertindak sebagai penegak hukum, justru berperan dalam mengamankan aksi ilegal tersebut.
Hasil penggalian awal menunjukkan bahwa sekitar 120 ton timah balok berhasil diangkat menggunakan alat berat ekskavator. Setiap balok memiliki berat sekitar 1 ton. Namun, penggalian ini masih menyisakan sekitar 80 ton timah yang tetap tertimbun.
Pada 15 Desember 2025, saat kasus korupsi timah telah memasuki proses persidangan, sisa timah yang masih terkubur diperintahkan untuk digali kembali oleh seorang perempuan bernama Syafitri Indah Wuri, yang disebut sebagai istri muda Hendri Lie—salah satu tokoh utama dalam skandal ini.
Kali ini, proses pengangkatan sisa 80 ton timah balok tersebut berlangsung di bawah pengawalan ketat dari dua oknum aparat Polda Kepulauan Bangka Belitung berinisial RN dan CC.
Selain itu, dua individu yang terafiliasi dengan PT Timah, berinisial BD dan AND, turut serta dalam pengamanan di sekitar lokasi penggalian.
Jaringan Konspirasi dan Dugaan Aliran Dana ke Kejagung
Penyelidikan yang dilakukan oleh jaringan media KBO Babel menemukan bahwa skandal ini tidak hanya melibatkan internal PT Tinindo dan aparat kepolisian, tetapi juga sejumlah pegawai PT. Timah dan kolektor timah.
Semua pihak ini diduga terlibat dalam proses penimbunan, penggalian, dan akhirnya penjualan timah balok yang seharusnya menjadi barang bukti dalam kasus korupsi senilai Rp. 271 triliun.
Hasil penjualan timah balok yang telah digali mencapai jumlah yang fantastis. Dari total 180 ton timah yang berhasil dijual, diduga aliran dana sebesar Rp.15 miliar mengalir ke oknum Kejaksaan Agung.
Jika dugaan ini benar, maka hal ini menunjukkan adanya kemungkinan keterlibatan oknum di lembaga penegak hukum tingkat nasional dalam upaya meredam atau mengaburkan fakta kasus ini.
Pelanggaran Hukum yang Dilakukan
Tindakan yang dilakukan oleh para pihak yang terlibat dalam penghilangan dan penjualan barang bukti ini merupakan pelanggaran serius terhadap berbagai peraturan hukum di Indonesia, antara lain:
1. Pasal 221 KUHP – Menghalang-halangi penyidikan atau menyembunyikan barang bukti dari proses hukum yang sedang berjalan.
2. Pasal 55 dan 56 KUHP – Penyertaan dalam tindak pidana, yang mencakup mereka yang turut serta atau membantu kejahatan.
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi – Pasal 3 dan Pasal 12 terkait penyalahgunaan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) – Mengalirkan hasil kejahatan untuk menyamarkan asal-usulnya, yang dalam kasus ini berupa hasil penjualan timah yang ditimbun dan dijual secara ilegal.
Selain itu, keterlibatan aparat kepolisian dalam pengawalan dan pengamanan aktivitas ilegal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik kepolisian serta dapat dikenakan sanksi pidana jika terbukti berkonspirasi dalam menghilangkan barang bukti.
Desakan Transparansi dan Penegakan Hukum
Kasus ini menunjukkan bahwa korupsi dalam industri timah di Bangka Belitung tidak hanya melibatkan perusahaan swasta, tetapi juga diduga melibatkan aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas kejahatan.
Oleh karena itu, publik mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga independen lainnya turun tangan untuk mengusut keterlibatan semua pihak yang terlibat, termasuk kemungkinan aliran dana ke Kejagung.
Selain itu, peran Polda Kepulauan Bangka Belitung dalam kasus ini harus diaudit secara menyeluruh untuk memastikan bahwa tidak ada oknum yang menyalahgunakan kewenangannya untuk melindungi para pelaku kejahatan.
Kasus penghilangan barang bukti dalam skandal korupsi timah ini menjadi bukti bahwa mafia pertambangan masih memiliki kekuatan besar di Indonesia.
Tanpa tindakan tegas dari aparat hukum yang bersih dan independen, praktik serupa akan terus terjadi, menggerogoti ekonomi negara dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Masyarakat menunggu langkah nyata dari penegak hukum untuk mengungkap skandal ini hingga ke akar-akarnya. Jika tidak, maka penegakan hukum di Indonesia hanya akan menjadi sekadar formalitas, sementara keadilan tetap menjadi ilusi. (Tim).
Sumber KBO Babel