
SIMPULINDONESIA.COM__KONAWE SELATAN,— Wakil Ketua Komite 2 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), La Ode Umar Bonte, mendampingi masyarakat desa Laikandonga Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yang menghadapi dugaan perampasan tanah mereka oleh perusahaan PT. Merbaujaya Indahraya Group. Selasa (08/04/2025).
Kedatangan Wakil Komite 2 DPD RI La Ode Umar Bonte Desa Laikandonga tersebut guna mendampingi masyarakat yang merasa lahannya telah dirampas oleh perusahaan.
"Jadi kehadiran saya di sini adalah untuk mendampingi masyarakat yang lahan mereka diambil alih atau dirampas oleh perusahaan,"Ungkapnya pada tim SIMPULINDONESIA.COM, pada Senin (7/4/2025).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sebagai anggota DPD RI, dirinya perlu melihat langsung situasi di lapangan dan berbicara dengan masyarakat terkait konflik lahan ini. Ternyata, di lapangan, perusahaan sudah sampai ke perkarangan rumah warga.
"Saya harus melihat secara fakta di lapangan, dan hari ini saya sudah berbicara dengan masyarakat. Ternyata, memang perusahaan itu sudah sampai ke perkarangan rumah warga," jelasnya.
Menurutnya, desa tersebut dulunya dihuni oleh transmigran dari Jawa, namun kini hampir seperti kampung mati, dengan rumah-rumah yang tidak dihuni karena teror dan intimidasi akibat konflik dengan perusahaan.
"Ini dulu adalah desa yang dihuni oleh transmigran dari Jawa, namun sekarang sudah seperti kampung mati. Rumah-rumah tidak dihuni karena teror dan intimidasi akibat konflik dengan perusahaan,"Ucapnya.
Ia juga menegaskan bahwa konflik yang terjadi bukanlah antara warga dan perusahaan, melainkan antara warga dan pemegang kekuasaan, Ia menyebutkan bahwa penjajahan ini terjadi akibat kebijakan pemerintah yang tidak memberikan antisipasi terhadap proses investasi.
"Kita tidak sedang berkonflik dengan perusahaan, tetapi dengan pemegang kekuasaan. Penjajahan ini terjadi akibat kebijakan pemerintah yang tidak memberikan antisipasi dalam proses investasi," tegasnya.
Ia juga meminta warga untuk bersatu melawan sistem penjajahan ini. Menurutnya, sangat tidak logis jika izin perusahaan dikeluarkan di atas lahan yang sudah bersertifikat milik warga.
"Saya meminta warga untuk bersatu padu melawan sistem penjajahan seperti ini. Tidak logis jika izin perusahaan dikeluarkan di atas kawasan yang sudah bersertifikat. Bayangkan, rakyat sudah memiliki sertifikat, tapi izin dikeluarkan, dan perusahaan datang mengklaim lahan warga," ujarnya.
Dirinya juga meyakini adanya praktik korupsi dalam kasus ini, dengan indikasi suap menyuap yang terjadi di balik izin perusahaan.
"Saya meyakini ada korupsi di sini. Kejahatan pasti ada, dan pasti ada suap menyuap," tegasnya.
Menurutnya, pemerintah kini memperhadapkan rakyat dengan perusahaan, yang ia anggap sebagai cara-cara penjajahan modern, mirip dengan cara VOC di masa lalu.
"Pemerintah sekarang memperhadapkan rakyat dengan perusahaan. Ini adalah cara-cara VOC, penjajahan yang sebetulnya modern. Sayangnya, kita dijajah oleh bangsa kita sendiri," ujarnya.
Sebagai langkah selanjutnya, dirinya bakal memanggil kementerian terkait dan akan bertindak secara sistemik, sesuai kewenangan DPD RI.
"Saya akan mencoba memanggil kementerian terkait. Sebagai Wakil Ketua Komite 2, saya akan melakukan langkah-langkah sistemik yang didukung oleh aturan yang ada. Pemerintah harus turun tangan. Jangan biarkan rakyat berjuang sendiri,"Bebernya.
Sebagai penutup, dirinya menegaskan agar aparat kepolisian dan TNI tidak terlibat dalam masalah ini.
"Polisi dan tentara di sini jangan ikut campur. Jangan ikut campur dalam urusan ini. Jangan bermental penjajah,"Pungkasnya.(Nur).